Jumat, 20 Maret 2020

APAKAH MENJADI AKTIVIS MENGHAMBAT KELULUSAN (WISUDA)? (Mahasiswa Zaman Now)




Penulis : Adi Wijaya, S. Pd.

MAHASISWA, sebuah kata yang tak asing lagi kita dengar, sosok kaum intelektual, yang kesannya seorang aktivis, pemikirannya yang tajam dan kritis, idealisme sebagai kemewahannya. Tetapi saat ini, mahasiswa lebih cendrung menjadi mahasiswa yang apatis dari pada mahasiswa aktivis. Kebanyakan mahasiswa lebih cenerung  aktif dalam perkuliahan saja, yang mana segala sesuatu diukur dari semester perkuliahan dan Indek Prestasi Kumulatif (IPK) yang tinggi dan untuk meraih gelar sarjana.
Ketika mahasiswa di tanya, kenapa tidak mau mengikuti organisasi kampus? Jawabannya, “saya ingin fokus kuliah saja, ditakutkan ketika saya ikut organisasi kampus, kuliah saya nanti terhambat”. Tetapi  dapat kita perhatikan berdasarkan realita yang ada saat ini, banyak mahasiswa yang tidak mengikuti oraganisasi kampus tetapi mereka tidak bisa menyelesaikan wisudanya dengan cepat atau tepat waktu. Ada juga mahasiswa yang mengikuti organisasi kampus dengan aktif tapi bisa menyelesaikan wisudanya dengan cepat dan tepat waktu. Kemudian zaman saat ini mungkin kalian sering melihat dilingkungan kampus, seperti mahasiswa yang berangkat ke kampus dengan kendaraan yang mewah karena gengsi, naik mator berduaan dengan lawan jenis yang bukan mahramnya. Kemudian semakin berkembangnya zaman, maka trend pun ikut berubah dan mempengaruhi lingkungan sekitar, mahasiswa yang seharusnya banyak karya berubah menjadi mahasiswa yang banyak gaya, mahasiswi kuliahnya membawa tas mewah dan limited edition, sehingga bingung membedakan mana mahasiswi, mana yang ibu-ibu kondangan, pakai baju serba ketat, agar kelihatan minim, menggunakan make up yang berlebihan agar terlihat cantik, tetapi justru malah seperti badut, di kampus lebih sering di kantin, nongkong dan berfoya-foya dari Pada berdiskusi tentang ilmu pengetahuan.
Ketika pulang kuliah lebih sering sibuk dengan HP dan Game dari pada belajar, mahasiswa lebih banyak tidurnya dari pada baca buku. Kemudian lebih asyik nongkrong, ngopi, dan berfoya-foya  bersama teman-temannya dari pada mengerjakan tugas, sehingga banyak tugas-tugas perkuliahan yang belum selesai. Mahasiswa terlalu terambung IPK yang mana huruf dan angka, yang masih dianggap simbol, bahwa ia bisa, meskipun tak peduli hasil dari mana, mendapatkan A atau B, yang penting tidak mengulang mata perkuliahan. Seharusnya mahasiswa menikmati suasana kampus dengan mempelajari dalamnya ilmu pengetahuan, aktif dalam organisasi untuk membentuk karakter dan menambah wawasan baru, sering berdiskusi menyelami dalamnya sumber ilmu pengetahuan. Bukan menghabiskan waktunya untuk tidur di kosan, bermain game, foya-foya, atau hal yang tidak penting lainnya. Justru itu yang akan menghambat dunia perkuliahan karena terlena dengan zona nyaman. Jika tidak mengikuti sebuah organisasi atau forum diskusi, dengan alasan takut menghambat kelulusan, itu sebuah alasan  yang kurang logis. Karena jika berbicara masalah kesibukan, semua makhluk  yang memiliki jiwa dan raga pasti mendapati kesibukan. Kerja juga sibuk, membaca juga sibuk, main juga sibuk, tidur juga sibuk, bahkan orang yang sudah meninggal pun juga akan diminta pertanggung jawaban atas umur yang telah diberikan oleh Allah SWT, tinggal kesibukan mana yang harus dipilih dan bermanfaat baginya. Manusia diberi akal agar manusia dapat berfikir, berbeda dengan hewan yang tidak diberi akal. Maka, ada istilah “manusia bisa membuat kebun binatang, tetapi binatang tidak bisa membuat kebun manusia”. Sebagaimana pernyataan Descartes, seorang filsuf perancis yang dijuluki sebagai "bapak filsafat modern", mengatakan (cogito ergo sum) "saya berfikir maka saya ada ". Maka salah satu kesempurnaan manusia adalah yang menggunakan akalnya untuk berfikir. 
Seharusnya dengaan akal tersebut manusia dapat berfikir dan mengatur segala kebutuhannya. Karena “manusia yang mengatur kesibukannya, bukan kesibukan yang mengatur dirinya”. Sebagaimana yang dikatakan oleh jean paul sartre, filsuf perancis yang terkenal adalah salah satu pemikir Eksistensialis yang membicarakan "manusia sebagai subjek yang eksistensial". Berdasarkan penjelasan tersebut bahwa manusia sebagai subjek yang dapat mengatur segala aktivitasnya, karena manusia pebagai pelaku, jadi manusia yang mengatur waktu sehingga dapat memanfaatkan waktu sebaik mungkin. Kemudian bagi mahasiswa yang aktif didalam keorganisasian, seharusnya memberikan contoh yang baik kepada lingkungannya, terutama lingkungan kampus. Seorang aktivis seharusnya kritis dengan kritis yang mendasar bukan omong kosong tanpa dasar atau teori. Biasa berdiskusi membahas ilmu pengetahuan. Berkarya bukan banyak gaya, menjadi aktivis yang berintelektual dan berkualitas tidak hanya sebatas popularitas. Memberikan bukti empiris bukan sekedar janji manis, lulus tepat waktu bukan menghambat-hambat waktu. Seorang aktivis menjadi teladan dan dapat meluruskan mindset mahasiswa yang kurang tepat dalam berfikir. Salah satu merosotnya semangat berorganisasi dikarenakan banyaknya mahasiswa-mahasiswa yang mengikuti organisasi kemudian kurang efektif dalam manage waktu sehingga terlambat lulus kuliah hanya mempertahankan kepopularitasan dan dengan alasan super sibuk. Sehingga sikap inilah yang membuat banyak mahasiswa lain salah dalam berfikir karena dibayang-bayangi dengan rasa takut, “takut terlambat lulus kuliah, takut tidak bisa membagi waktu karena kesibukan organisasi”. Inilah salah satu yang membuat menurunnya semangat berorganisasi untuk menjadi seorang aktivis. Seharusnya seorang aktivis harus membuktikan bahwa organisasi bukan menghambat kelulusan, organisasi membantu dunia perkuliahan dalam menambah wawasan keilmuan, dan dapat wisuda tepat waktu. Sehingga dapat merubah mindset mahasiswa yang lain, yang tadinya beranggapan kuliah itu menghambat perkuliahan, berubah menjadi menyenangkan, bermanfaat, menambah wawasan baru membantu dunia perkuliahan dalam bidang keilmuan, dan pengalaman. 
Oleh karena itu, marilah kita perbaiki mindset cara berfikir kita, agar menjadi mahasiswa yang aktivis dan berintelektual. Suka membaca, dan berdiskusi mendalami sumber ilmu pengetahuan, lulus tepat waktu, bukan mengulur-ngulur waktu. Karena mahasiswa sebagai tulang punggung negara, bagaimana negara republik kesatuan indonesia ini, bagaimana agama di republik indonesia ini, sepuluh, dua puluh tahun yang akan datang, ada di tangan para pemuda (mahasiswa). Sebagaimana yang dikatakan oleh Bung Karno, “berikan aku sepuluh pemuda, maka akan aku goncangkan dunia”. Artinya peran pemuda sangat penting untuk kemajuan bangsa. Jangan sampai kuliah hanya buang-buang waktu agar tidak diterlihat nganggur atau pengangguran, akhirnya tetap saja menjadi sampah masyarakat, meskipun sampah masyarakat yang bergelar. Ingatlah wahai para pemuda (mahasiswa), waktu terus berputar, zaman terus maju dan berkembang, jangan sampai kita tertinggal jauh dari peradaban, dan terseleksi alam. Diam tertinggal atau bergerak untuk masa depan, bangkit dari zona nyaman untuk menggapai impian, tak perlu banyak gaya tapi banyak karya. Ingatlah ada kesuksesan yang menunggumu dan orangtua yang menantimu.

8 komentar:

  1. Emm, masih yg dulu kok, masih biasa biasa. Cuma pengen belajar lebih baik lg

    BalasHapus
  2. Buat tulisan khusus untuk anak SMA donk, nanti aku bagikan ke anak2 didikku

    BalasHapus
  3. Siap kk, in syaa Allah, nanti saya buatkan.
    Terimakasih dukungannya kk. Semoga bermanfaat kk

    BalasHapus