Jumat, 27 Maret 2020

KEBENARAN ISLAM MENURUT ALLAH/KEBENARAN ISLAM MENURUT DIRI SENDIRI


Penulis: Adi Wijaya, S.Pd.


Aku tidak tahu Islam yang benar menurut Allah itu seperti apa. Apakah Islam pada zaman Nabi Muhammad SAW itu sama dengan Islam yang ada pada zaman saat ini. Jika Islam yang benar itu sesuai dengan ajaran Nabi Muhammad SAW, lalu seperti apakah ajaran Nabi Muhammad SAW yang sebenarnya. Jika Islam diturunkan dari Satu nabi yaitu Nabi Muhammad SAW, tetapi kenapa Islam pada zaman saat ini berbeda-beda. Tetapi Semua golongan umat Islam mengakui golongannya benar sesuai perintah Allah dan Nabi Muhammad SAW, Muhammadiyah mengakui kebenarannya sesuai perintah Allah dan Nabi Muhammad SAW. Nahdlatul Ulama’ juga mengakui kebenaran sebagai perintah Allah dan Nabi Muhammad SAW, begitu juga dengan golongan yang lainnya. Jika semuanya mengakui kebenaran menurut golongannya masing-masing, lalu manakah yang paling benar, bukankah kebenaran itu hanya tunggal, tidak mungkin ganda. Jika orang-orang golongan NU yang benar, apakah orang-orang golongan Muhammadiyah dan yang lainnya itu salah dan masuk neraka, dan jika yang benar itu orang-orang Muhammadiyah, apakah orang-orang golongan NU dan yang lainnya salah dan masuk neraka. Lalu bagaimana dengan ibadah mereka yang selama ini mereka lalukan itu salah, bukankah sia-sia semuanya.

Jika Islam yang benar itu Islam yang berpegang teguh dengan al-Qur’an dan Hadist, lalu bagaimana cara memahaminya. Bukankah memahami al-Qur’an dan Hadist itu menggunakan kemampuan rasio yang diberikan oleh Allah SWT, tetapi bukankah pemikiran setiap orang itu berbeda-beda, pasti akan timbul kontroversi beragama. Sehingga Islam bukan lagi menurut Allah, Islam bukan lagi menurut Nabi Muhammad SAW, tetapi Islam menurut Rasio masing-masing. Seperti yang dapat kita ketahui saat ini, kebenaran Islam menurut K.H. Hasyim Asy’ari, kebenaran Islam menurut K.H. Ahmad Dahlan, menurut Buya HAMKA, dan yang lainnya. Maka jika demikian manakah Islam yang benar, Islam yang benar-benar menurut Allah.

Bahkan ketika aku mencoba memahami Islam dengan dasar al-Qur’an dan Hadist, tetapi mereka juga beranggapan bahwa itu kebenaran Islam menurut aku sendiri, bukan kebenaran menurut Allah. tetapi ya sudahlah, yang penting tidak taqlit buta, yang penting aku yakin dengan akal sehat bahwa Islam yang aku yakini sesuai dengan Islam yang benar menurut Allah, Islam yang berlandaskan al-Qur’an, hadist dan ajaran para ulama’. Karena untuk belajar Islam tidak mungkin belajar secara langsung dengan Allah, tetapi Allah telah mengutus Nabi Muhammad SAW sebagai seorang guru teladan yang menyampaikan kebenaran dari Allah melalui perantara malaikat jibril, jika nabi sudah tidak ada, bisa dengan sahabat, tabi’in, tabi’ut-tabi’in, dan ulama’. Sama halnya jika kita ingin mengambil barang yang sangat jauh tidak harus pergi ketempat pengambilan barang, tetapi bisa melalu pos, JNE, TIKI, atau jasa antar barang yang lainnya. Artinya sama halnya kita saat ini, tidak harus secara langsung belajar dengan Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW, tetapi bisa melalui perantara al-Qur’an, hadist, dan para ulama’.

Tetapi yang perlu ditekankan bahwa Islam adalah agama yang mengajarkan kedamaian bukan keributan apalagi kehancuran. Karena setiap orang diberikan rasio oleh Allah untuk berpikir, biarkan mereka mensyukuri dan memanfaatkan rasio yang telah diberikan oleh Allah, memang pemikiran setiap orang berbeda-beda tetapi jangan jadikan perbedaan sebagai permusuhan tetapi jadikan perbedaan sebagai seni keindahan dalam hidup beragama dengan cara saling memahami satu sama lain, saling menghargai satu sama lain, yang penting tetap berdasarkan al-Qur’an dan hadist, karena kita hanya dibekali al-Qur’an dan hadist serta para ulama’ yang melanjutkan dakwah nabi, yang akan membimbing kita dalam memahami teks tersebut. Karena ulama’ juga sudah semaksimal mungkin untuk memahami al-Qur’an dan hadist. Kemudian kita juga belum tentu lebih baik dari K.H. Hasyim Asy’ari, K.H Ahmad Dahlan, buya HAMKA, Imam Al-Ghazali dan para ulama’ lainnya. Islam itu butuh persatuan bukan perpecahan, dengan saling memahami dan menghargai kita akan bersatu, layaknya pelangi dengan warna-warni perbedaan tetapi bersatu, sehingga menjadikan indah dipandang. Sedangkan kita juga tidak tahu apakah kita akan masuk surga atau neraka, dan kita juga tidak diberikan tiket atau sertifikat surga dan neraka oleh Allah, dan kita juga bukan panitia surga dan neraka, tetapi yang jelas kita adalah sebagai seorang hamba Allah yang membutuhkan Allah, yang mengabdikan dirinya hanya kepada Allah dengan menyembah dan beribadah kepada-Nya.

6 komentar:

  1. Ini mah tulisan high class, seperti penulisnya,. Mantap. Ditunggu karya berikutnya.

    BalasHapus
  2. Ini mah tulisan high class, seperti penulisnya,. Mantap. Ditunggu karya berikutnya.

    BalasHapus
  3. Aamiin, semoga bisa membawa manfaat, mohon dukungan dan support nya kk������

    BalasHapus
  4. Mantul mas wijaya, bermanfaat!
    Lanjutkan mas!!!

    BalasHapus